Selasa, 20 November 2012

Penistaan terhadap photo profil





Untuk penggunanya di Barat, foto apa yang akan muncul profil di Facebook merupakan keputusan penting. Pengguna di wilayah ini tahu betul jika wajah menjadi hal penting dalam menancapkan kesan pertama pada dunia ketika pertama kali melihat mereka.
Tidak salah jika kemudian foto profil ini harus dipilih sebaik mungkin. Mereka mengerti apa yang harus ditampilkan dan menutupi kekurangan apa yang ada di balik foto itu. Meski semua keputusan ini dilakukan pribadi, sadar atau tidak, hal ini berhubungan dengan faktor budaya.
Demikian hasil penelitian yang dipublikasikan International Journal of Psychology. Penelitian ini juga menyebut jika foto profil warga Amerika Serikat dan negara Barat lainnya, lebih fokus dan zoom-in ke wajah individu. Dibanding pengguna Facebook dari negara-negara Asia Timur yang foto profilnya lebih mencerminkan latar belakang seseorang.
Kesimpulan ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya mengenai faktor budaya yang berpengaruh pada preferensi kognitif. Yaitu pengguna di Asia Timur lebih sensitif mengenai informasi kontekstual dibanding pengguna Barat. Ini menjadi bukti ilmiah pertama bahwa, seperti dunia nyata, tren ini terbawa ke cara kita membawa diri kepada dunia secara online.
Uniknya lagi, penelitian terbaru ini juga menyimpulkan jika pengaruh budaya terhadap presentasi diri bisa berubah sesuai waktu dan tempat. Sebagai contoh pelajar Asia di AS, mereka akan mengikuti tren di negara yang mereka tinggali dan memasang foto profil yang sama dengan pengguna Barat.
Namun, kegemaran menunjukkan wajah secara jelas dan fokus mengundang kejahatan online yang disebut face rape. “Perkosaaan wajah” ini terjadi ketika akun Facebook seseorang dibajak pihak lain yang kemudian melakukan tindakan penghinaan atau merusak menggunakan nama si pemilik akun.
Kejahatan ini sedang berkembang di Swedia, di mana dalam laporan terakhir Swedish Data Protection Board (Datainspektionen), sekitar setengah dari anak muda di Swedia menjadi korban. Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dari Norrköping, timur Swedia, bahkan melaporkan kejahatan ini pada pihak kepolisian.
“Kemungkinan masih banyak kasus yang tidak dilaporkan. Sebagian mungkin karena malu karena apa yang dituliskan orang lain itu sangat tidak menyenangkan, jadi mereka memilih diam,” ujar Göran Eriksson, pihak penyidik di Norrköping.
Sumber: NatGeo dan Tandfonline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar